Kamis, 29 Desember 2011

Tak Jemu

Di bawah pohon cersen gadis cantik berkacamata sedang membaca sebuah buku. Lantas otak kecilnya segera memaksa tubuhnya segera mendekati gadis itu. “hai….sedang baca buku ya,,,,?”, berbasa-basi. Tidak ada ucapan balasan dari gadis itu. tapi gadis itu membalasnya dengan senyuman menawan. Itu membuat dia bertambah semangat untuk mencari tahu tentang gadis itu. “siapa namamu cantik,,,,,”, ternyata dia mempunyai sifat seperti laki-laki lainnya. Gadis itu tak jua menjawab namun dia mengeluarkan selembar kertas dan ditulisnya sebuah nomor. Kertas itu segera diberikan dia dan secepatnya beranjak meninggalkan tempat semula. Ternyata itu nomor telpon dari gadis itu. “baik,,,,akan ku telpon kau malam ini cantik” batinnya.

*

“halo,,,,siapa ya?”
“ini aku yosi….” “yosi siapa?”
“apa kau ingat tadi siang ada lelaki yang bertanya kau sedang apa?” yosi meyakinkan
“tidak ada” jelas si gadis.
“tapi ada seorang lelaki yang bertanya aku sedang baca buku. Yang jelas-jelas aku sedang membaca sebuah buku.” Imbuh si gadis.
“iya dan gadis itu memberikan senyumannya dan memberi selembar kertas berisikan nomor telponnya ke lelaki tersebut. Dan akulah orangnya” yosi menimpali. “begitu kan…” yosi meyakinkan lagi.

“kenapa kau menghampiriku?”
“akupun juga tidak tahu dengan apa yang aku perbuat, aku hanya menuruti apa yang terfikirkan otak kecilku dan apa yang terasa oleh hati kacilku”, yosi menggombal.
“apa kamu sedang menggombal, kurasa itu tidak akan menarik perhatianku”, kata si gadis.
Apa yang menjadi daya tarik bagimu hei wanita cantik. Apa yang membuatmu sedemikian kokoh mempertahkan sikap jutekmu itu. rasanya aneh jika kau memberikan nomormu untukku. Dalam hati yosi merenung.
Telpon tertutup dari tadi semenjak obrolan yang tidak ada tanda-tanda menghangatkan suasana.
Merebahkan badan diatas kasur yang empuk dan mulai mengingat apa yang terjadi barusan saja. Pikiran mulai mengalir ke suatu bayangan yang tadi siang dijumpainya. Sesosok wanita cantik dengan paduan dua kacamata. Setiap mata memandang barang tiada arti lagi. Wajah itu ada dimana-mana. Hingga menghantarkan tidur.

*

KAU MASIH TEGAR?

“Ah….sialan!” keluh kesahmu seperti menepiskan biji salak yang bersarang di kepalamu. Kutanya kenapa engkau seperti hendak meronta. Kau mencercakan kegelisahanmu. Ku cermati dengan seksama apa yang kau tuturkan. Kalimat demi kalimat kucerna dalam-dalam hingga aku mengerti dan seperti akupun ikut merasakan apa yang kau alami. Kau menceritakan dengan penuh semangat, kadang lengang, kadang tersedu-sedan, terkadang pula kau sempat dengan menundukkan kepala dan berkaca-kaca dikedua matamu. Sehingga akupun tidak tahu apa yang dapat aku perbantukan. Namun jika kau membutuhkan, akan kulakukan apa yang membuatmu menata kembali kehidupanmu.
Dahulu kau ceritakan. Kira-kira ceritamu begini.
            Seperetinya hubungan kami akan menyenangkan dan akan selalu diwarnai dengan kebahagiaan yang tiada henti-hentinya. Dimana kami berdua saling memberikan kasih sayang kemana-mana selalu berdua kecuali saat ke

Rabu, 28 Desember 2011

mentertawakan orang yang dianggapnya tidak tahu. tapi kemudian akan ditertawakan juga karena telah mentertawakan orang itu. karena tertawanya hanya mengandung ejekan semata.
mentertawakan orang yang dianggapnya tidak tahu. tapi kemudian akan ditertawakan juga karena telah mentertawakan orang itu. karena tertawanya hanya mengandung ejekan semata.
kadangkala kesombongan orang akan terlihat disaat membicarakan kesombongan orang lain.
pemikiran kita kadangkala membenarkan apa yang diyakini. tapi bukan kayakinan atas kebenaran.

Berburu Obrol.........???

Kita bertumpu pada pantat, duduk bersila. Aku yang membuka obrolan lebih dulu sedangkan kau yang menyambutnya. Dari sana kita mulai bertarung dengan gaya bahasa masing-masing seakan sedang berbalas pantun saling menjawab saling mananyai. Dalam batinku aku memprotesmu karena kau tiba terlambat sekurangnya tiga puluh menitan. Untungnya di tempatku aku bercuap-cuap dengan kawan lama. Kami sudah membincangkan apa kabar-apa kabar. Serta mencuri pandang jauh dari pelupuk mata.

Syukurlah kau tiba sebelum aku memutuskan untuk kembali pulang. Aku lanjutkan ceritaku. Kita sudah duduk bersila. Aku tanyai kabarmu teman-teman semalam yang

Senin, 26 Desember 2011

pagi kan ku jelang dengan sedikit kata
namun kan kusiapkan seribu tindak
siang kan ku songsong dengan sedikit janji
namun kan ku suguhkan realita
malam pun kan ku senggami dengan sedikit mimpi
namun kan ku curahkan sejuta doa

Minggu, 25 Desember 2011

Mak

keindahan dan keburukan saat ini,
kebaikan dan kebrutalan sekalipun tak mampu menggerus batin.
batin apa yang salah ini. secuil pun tak ada yang berkurang.
bahkan segigitan semut tiada aku jumpai. jilatan api kerinduan terhadap emakku tak padam seketika dengan rayuan dunia.
mak...aku ingin memeluk kakimu, mencium dahimu, aku ingin kau mengelus kepalaku.
aku yakin engkau lebih rindu daripada anakmu ini.
aku yakin itu.
sebab aku rindu padamu. mak.

Lima Syarat yang ada Pada Satria jawa

Wisma      : adalah rumah untuk menumpukkan segala yang ada dan untuk berkasih sayang.
Wanita      : sumber penghidupan jiwa, dan yang membangkitkan jiwa.
Turangga   : kuda adalah tunggangan. ilmu, pengetahuan, kemampuan, keterampilan, keahlian yang akan membuat kemajuan.
Kukila       : keindahan, kelanggengan, kepuasan batin adalah burung.
Curiga       : keris kewaspadaan, kesiagaan, keperwiraan alat untuk keempatnya tadi.

Komedi Putar

kau duduk di tengah lalu-lalang
termenung menatap tanah pijakan
aku kira kau tertidur
hanya kau  malah meneteskan air mata
mata pencaharianmu membuntutimu
menunggui tak jemu merajuk
"kapan kau gunakan aku?"
aku sudah siap kau opersikan
apa kau akan menekikan lehermu
kulihat kau tanpa asa
banyak orang sebenarnya mengharapku
karena aku akan membuat mereka menyukaiku
yang penting kau memberiku orang
aku akan bergerak dengan bahan bakar minyak itu
akan kukurung mereka dalam sangkar raksasa
dan akan kuputar-putarkan mereka
hingga mereka turun dan puas denganku

Jumat, 23 Desember 2011

Setetes Madu

kucumbui terang senja
dengan setetes seduhan madu
penentram gertakan asa
emosiku yang ternukil
kutandaskan hingga ke palung-palung
dan luasnya samudera pemikiranku
setiap rasa kudikte satu demi satu
hingga senja berakhirkan gelap lengang
kututurkan apa saja yang berkeruyuk dalam benak
seyogyanya kan kuhirup itu
kutarik itu sampai kepelupuk mata
hingga ku tetap waspada
akan ranjau-ranjau kasih sayang
petuahku berkata
biar kunikmati setetes madu itu