Rabu, 27 Maret 2013

Wahai malam, aku ingin mati bersamamu


Perenungan yang kesekian kalinya kulakukan hingga mencapai puncak kesadaranku. Perlulah kusadari bahwa memang pengorbanan yang sesuai akan menghasilkan apa yang kuinginkan. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa pengorbanan lebih kecil daripada hasilnya atau juga sebaliknya. Kurasakan tulang-tulangku merasakan linu saat kembali kutersadar oleh dinginnnya malam di warung kopi. Seduhan kopi yang semula panas kini terasa air hujan tiada rasa.
Duhai malam kenapa engkau membangkitkan memoriku disaat aku terperanjat kalut seperti ini, engkeu pastinya dengan sengaja agar aku semakin tersiksa batin.
Aku kiranya sudah menghafalkan lekukan demi lekukannya. Tak perlu kau membantuku untuk mengingat-ingatnya lagi. Aku sudah mahir. Segalanya aku sudah mahir. Ditambah lagi dengan kesombonganku ini, engkau tak berhak mengusikku duhai malam keparat. Aku masih bisa mengingatnya sendiri.

                Wahai malam, kini perbuatanmu membuatku benar – benar membuka memori kelamku. Aku hanyalah wanita lemah. Kanapa aku harus mengingatnya. Lelaki yang membuatku terpingkal-pingkal hingga brgulingan di lantai, lelaki yang membuatku berjingkrak-jingkrak dan bertingkah kekanak-kanakan hingga seperti kesurupan setan bahagia, dan lelaki yang pernah membuatku terlelap dalam dekapannya. Bahkan yang membuatku serasa sesak dadaku, membuat tenggorokanku tak bisa menelan makana. Hingga air mata selalu menetes saat malam hingga pagi menjemput. Aku hanyalah wanita yang tak berdaya jika tak bersanding dengan pelindung ragaku dan jiwaku.
                Malam, kembalikan amnesiaku tentang sosok lelaki itu. Jangan kau menambahkan cerita khayalan baru, sungguh aku tak perlu itu.  
                Duhai malam, jika engkau tak ingin menolongku untuk mengobatiku maka engkau sebaiknya tak usah mengitariku duhai malam, aku ingin engkau lenyap duhai malam. Semuanya sudah tidak dapat diperbaiki lagi, semuanya hilang dari dadaku. Belaian pada rambutku, sentuhan tangannya yang menenggelamkan perasaanku, dan pundaknya yang santai aku sandari berjam-jam. Tempatku bercurah perasaan suka-duka, marah-senang, benci dan cinta. Semuanya ada padanya. Lelaki yang memabukanku disetiap waktu.
                Duhai malam apakah engkau merasakan apa yang aku alami ini. Apakah kau memahami perasaanku saat ini. Perasaan wanita yang manja ini. Wahai malam jangan engkau diam saja, sambutlah perkataanku, jawablah pertanyaa – pertanyaanku ini. Janganlah engkau membisu wahai malam. Rasakanlah penderitaan batinku ini wahai malam.
                Baiklah malam, jika engkau tak juga menjawabku untuk apa semua perjuanganku untuk bangkit dari semuanya. Akan lebih baik kita akhiri semua-mua. Lebih baik juga kau ku akhiri malam. Aku ingin bunuh diri bersamamu. Duhai malam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar