Kitab banyugeni yang menjadi rebutan banya orang menimbulkan banyaknya
korban memang harus dimusnahkan. Joko dedeg tegopoh-gopoh sambil menggendong
mayat wanita yang dicintainya tiba di kediamannya ki lurah Trunowiah. Dan
disambut oleh sang pemilik rumah dengan raut muka masam dan sesekali meneteskan
air mata. “duh gusti, apa yang menimpammu kini putriku. Nang apa yang terjadi
kenapa putriku?”, tanya ki lurah sambil terisak. “dia terkena pukulan tangan
besi milik ki jenggolo saat dia hendak membunuhku ki”,”maafkan saya karena
telah melibatkan putri ki lurah” lanjut joko dedeg. “duh ngger, walau berat
hati ini tapi ini sudah menjadi kehendak yang maha kuasa. Kita hanya menjalani
laku di dunia ini”, ratap ki lurah trunowiah.
“saya tidak tahu kalau Dewi Wardani hendak berbuat demikian ini, saat
saya terjepit saat melawan ki jenggolo dan tangan kanannya Bagus Pramudya”,
“kami sama-sama berebut kitab Banyugeni yang selama ini menjadi sumber
malapetaka”, lanjut joko dedeg dengan sedikit lirih dan terisak. “saya serahkan
kitab ini kepadamu ki, saya tak kuasa bila memiliki kitab ini”, ucap joko
dedeg. “kitab ini memang memiliki kekuatan magis yang sangat hebat, tapi dia
juga meminta korban setiap akan berpindah tangan. Kecuali berpindah tangan
dengan kehendak kitab Banyugeni sediri atau diserahkan kepada orang lain oleh
pemilik yang terakhir”, ujar sang lurah ki jenggolo. “sekarang kita harus
menguburkan puteriku”.
Banyak kalangan warga kampung menghadiri pengurusan jenazah Dewi Wardani
sampai penguburannya. Karena ki lurah adalah orang kepercayaan raja walaupun
tidak memiliki kedudukan penting di kerajaan. Dan sifat welas asihnya terhadap
sesama dan alam sekitar dia selalu dieluh-eluhkan oleh warga sekitar. Namun dia
tidak tahu kalau joko dedeg yang sebenarnya adalah seorang perampok. Bahkan dia
menganggap joko dedeg adalah anaknya sendiri hingga puterinya pun diam-diam
menaruh perasaan terhadap pemuda tampan bersahaja namun perampok.
Keesokan harinya ki lurah berkeinginan mengajak joko dedeg berkunjung ke
kerajaan untuk menyerahkan kitab yang membawa malapetaka itu kapada raja.
“apakah kau tidak keberatan menemaniku ke kerajaan nak joko?”, tanya ki lurah.
“mohon maaf ki, saya tidak dapat menyertai aki lurah ke kerajaan. Saya masih
ada pekerjaan yang harus saya selesaikan. Ini menyangkut tugas yang saya emban
dari eyang hamba”, terang joko dedeg. “baiklah kalau begitu saya tidak dapat
memaksamu. Dan aku hanya dapat berdoa untukmu semoga perljalananmu selamat
duhai anakku”,ucap ki lurah. “terimaksih ki, doa juga selalu saya haturkan
kepada yang maha asung dan maha bijaksana semoga keselamatan selalu menyertai
aki lurah”, ucap joko dedeg. “kalu begitu saya pamit ki”. “baiklah selamat
jalan, anakku. Sampai berjumpa kembali”.
Perpisahan itu membuat hati ki lurah Trunowiah semakin terisak dalam
hatinya saat dalam perjalanan. Dengan ditemani rombongan yang seadanya ki lurah
mulai melangkah ke kerajaan yang membutuhkan waktu dua hari dua malam
perjalanan kaki. Dan tak henti-hentinya ki lurah memanjatkan doa untuk ketenteraman
jiwanya karena sedari tadi dia nampak gelisah. “ada apa ki, saya lihat aki
lurah terus saja memanjatkan doa. Apakah aki baik-baik saja?”,tanya seorang
pemuda tanggung dengan menuntun kuda yang ditumpangi ki lurah Trunowiah. “aku
mendapatkan firasat yang tidak baik kawan-kawanku. Sebaiknya kalian semua
berbalik arah dan kembali ke kampung. Saya akan melanjutkan perjalanan ini
sendirian”, pinta ki lurah. “tidak ki, kami akan menyertai aki kemanapun aki
melangkahkan kaki. Biarkan kami yang menjadi tunggangan aki jika aki
membutuhkannya”, ujar orang tua yang disebelah kanan kuda tunggangannnya.
“baiklah jika itu mau kalian, namun jika ada tanda-tanda akan adanya bahaya aku
harap segera meninggalkanku”.
Belum sempat selesai perkataan ki lurah tiba-tiba munculah dua orang tua
di hadapan mereka. “hei siapa kalian, ada keperluan apa”,tanya salah seorang
dari rombongan. “saya nyi Darsih, dan ini suamiku ki Darmo. Dan keperluan kami
adalah untuk meminta barang-barang bawaan kalian dan uang kalian. Atau kami
akan mengambilnya sendiri biar kalian semua tidak merasa kerepotan”, tungkas
nyi Darsih. “jahanam kalian, kalian tidak tahu bahwa orang yang duduk di kuda
ini adalah paman raja kalian”. “ha ha ha ha, apa kau bilang paman raja kami.
Jangan bermimpi. Kami tidak mempunyai raja karena kami dalah raja di daerah ini.
Nyi darsih ayo kita serang”, ucap ki darmo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar