Senja
itu kudapatkan satu karunianya dalam sesaknya ingatan masa lalu, itu adalah
kembang fajar. Dialah kembang yang memperlihatkan keanggunannya diantara
kembang-kembang yang lainnya. Saat fajar itu, kutemui dalam kisah semu antara
bayang-bayang kemunafikan dan juga gemerlapnya pengkerdilan akalku. Dialah
kembang fajar yang mampu membangkitkan gairah saat mulainya kebencian merasuk
kedalam dentuman jantungku. Pori-poriku yang dipenuhi kata cacian dan hinaan
kini mulai memberengut kabur mencari induk semang baru. Mungkin sadarku kini
masih dalam keadaan tidak sadar, karena kenapa hanya si kembang fajarlah yang
hanya mampu memberikan persetannya.
Karena
aku ingin membunuhnya lagi. Perasaan itu mampu kupercayai seutuhnya. Kau
harusnya kubunuh saat kau mulai menjalari sarafku. Kau mungkin senang jika aku
membunuhmu kala itu. Dan kau mungkin tak usah meminta maaf saat ini jika
membuat suatu kesalahan padaku ataupun yang lainnya.
Percayakanlah
padaku wahai kasih. Aku akan membuatmu tenang dan merasakan aman jika berada di
dalam sana. Dekat palung jiwa samudera hati dan embun kata-kata. Namun jika itu
tidak membuatmu berlaku layaknya kembang sejati hendaknya rontokkan saja
kelopak-kelopakmu itu.
Kembang
fajar, benarkah itu. Aku mulai risau saat kau mulai lupa akan jati dirimu.
Haruskah aku jua yang mengingatkanmu bahwa kau adalah kembang. Berlakulah
selayaknya kembang.
“Benarkah
ini yang ditulisnya sebelum ia pergi?”, kau bertanya padaku. Aku hanya bisa
menganggukan kepalaku karena aku benar-benar tidak mengetahui alasannya dengan
pasti. “Apa dia akan kembali?”, kau segera menyusuli pertanyaan. “Kemungkinan
dia tidak akan kembali, kecuali ada orang yang menunggunya untuk pulang.
Menantikannya dan mengajaknya untuk pulang.” Tandasku seraya aku beranjak
pulang. “
Tidak ada komentar:
Posting Komentar