Minggu, 17 April 2011

BUKAN ITU



tempat ini aku menulis, di sini pula aku menjadi tokoh dalam peristiwa mengerikan. Sampai tangan ini gemetar luar biasa saat menuliskan kalimat demi kalimat. Seakan otak ini sudah dipenuhi dengan vampir-vampir yang amat menakutkan. Jika hati yang kokoh tidak mampu menahan gejolak yang ada bagaimana dengan hati yang selalu labil dan selalu rapuh pastilah lebih menderita.
Kutuliskan cerita untuk mengenangnya. Awal cerita biasa saja seperti hari-hari yang kemarin-kemarin. Aku seorang mahasiswa disalah satu kampus swasta di jogja. Dan selain kesibukanku menjalani sebagai seorang mahasiswa aku juga menjadi seorang aktivis gerakan rakyat. Ada banyak cerita menydihkan dalam menjalani keseharian sebagai seorang aktivis. Salah satunya harus rela tubuh ini terkena benturan dari benda tumpul yang disabetkan oleh petugas keamanan setempat. Bahkan harus meringkuk di tahanan karena tindakan represif dari aparat kepolisian. Ini tidak berbeda dengan tahun 1966 sampai runtuhnya rezim soehato. Tapi sekarang ditahun 2011 ini gerakan yang mengatasnamakan rakyat selalu dibayang-bayangi oleh peristiwa-peristiwa sebelumnnya. Pemrintah tidak ingin diketahui kebusukannya oleh mahasiswa apalagi oleh masyarakat luas. Maka dari itu pemerintah selalu bertindak tegas terhadap mahasiswa dan membatasi gerak mahasiswa.
Itu aku alami dengan kawan seperjuanganku. Dia adalah renggo darsono. Kami aktif dalam problematika negera ini. Kami berdua dan segenap kawa-kawan yang lain kerap membuat aksi-aksi di jalanan. Baik aksi untuk menolak kebijakan pemerintah, aksi untuk memperingati hari-hari bersejarah maupun aksi solidaritas. Bagi kami dengan turun ke jalan adalah salah satu langkah untuk menyerukan kebenaran dan menyampaikan aspirasi rakyat kepada pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyatnya.
Saat masa liburan adalah saat-saat yang menyita waktu bagi kami, karena itu akan menghambat proses regenerasi bagi organisasi. Dan terpakssa kami juga harus pandai-pandai mencari-cari peluang untuk mendapatkan banyak kawan lagi. Tapi mungkin kali ini kami berdua sejenak mengistirahatkan badan dan pikiran kami. Lantas kami berliburlah ke desaku Boyolali tepatnya desa Sumur kec. Musuk. Saat tiba di rumahku saat itu pula di desaku salah satu tetanggaku sedang mengadakan acara pernikahan. Kami datang layaknya seorang tamu biasa-biasa saja. Pesta itu amatlah meriah. Dengan banyak orang yang berdatangan. Dari keluarga pengantin laki-laki maupun perempuan. Pengantin dihiasi dengan pernak-pernik kejawaan dan penuh hawa mistik. Wow mistik. Semua orang amat berbahagia. Aku juga bahagia karena bias bertemu dengan kekasihku. Dia amat manis dan menarik. Benar semua orang bahagia. Entah itu ikhlas atau dibuat-buat. Namun sekejap mata berubah kala segerombolan datang dengan menggunakan senjata api masing-masing. Semua orang menjadi kalang kabut berlari berhamburan. Bagai laron di pagi hari maupun sore hari saat berebut makan atau berebut cahaya lampu. Semua orang menjerit. Aku pun lari tuggang langgang. Renggo pun demikian pula. Aku berlari mencari kekasihku serta aku mencari orang-ornag yang aku sayangi.
Semua orang yang tertangkap oleh gerombolan itu dimasukan kedalam ruangan secara paksa. Aku kembali bertemu dengan renggo dan belum aku menghabiskan pertanyaanku kepada renggo dia sudah menjawab “benar ini adalah revolusi social”. “tapi kenapa ini terjadi pada desaku” tanyaku. Mungkin disini ada orang-orang tengkulak kurang ajar itu” renggo menjelaskan. Yah benar tengkulak sangat menyengsarakan rakyat kecil. Semua hasil pertanian dimonopolinya dan tanpa ampun petani-petani hanya sedikit menikmati hasil jerih-payahnya. Kembali melihat keadaan saat itu semua orang dijadikan sasaran tembak kaum revolusioner dari luar. Banyak orang meninggal dengan bersimbah darah. Kepala mereka bocor badannya bergelimang darah yang berbau amis. Tinggal beberapa orang yang ada diruangan itu.
Kemudian salah seorang dari anggota mereka masuk dan menangkapku. Kepalaku dihantamkan ke dinding dan menempelkannya. Begitu kepalaku di dinding tiba-tiba moncong senjata mengarah ke kepalaku. Hendak menembakku dari dekat. Sebelum peluru terpicu melesat aku dengan sekuat tenaga dan secepat-cepatnya aku bergeliat mengelak dari bidikan. Orang yang menggenggam kepalaku terbanting hingga aku dapat meloloskan dari posisiku. Ternyata aku tak tertembak tapi mengenai orang lain. Aku dan renggo berjibaku menghindar dan sesekali menghajar orang yang mencoba menyergap kami. Aku dan renggo seperti mainan saja. Kami berdua berhasil memukul orang itu hingga pingsan. Tak lama kemudian terdengar bunyi suara sirine polisi. Kaum revolisioner itu berlarian menyelamatkan diri. Tapi orang yang pingsan ditangkap polisi. Dan kami pun terselamatkan.
Setelah kejadian itu kami bergegas meninggalkan desaku menuju kota dimana kami beraktivitas. Sesampinya di kota itu kami menjelaskan apa yang terjadi kemarin. Lantas kami menganalisa apa yang sebenarnya akan dilakukan. Dan kami mengadakan rapat untuk membicarakan hal ini. Dan kami menuai hasil bahwa gembar-gembor tentang revolusi sosial memang seperti ini tapi itu tiondakan anarkis bukan tindakan revolusi. Selidik punya selidik ternyata yang melakukan serangkaian peristiwa itu bukan di lakuka oleh kaum revolusioner. Tapi itu gerombolan yang dikirim Amerika untuk memecah konsentrasi Negara ini. Amerika ingin menfitnah bahwa yang melakukan itu adalah kaum-kaum yang menolak investasi-invstasinya. Itu terkuak melalui orang ayang tertangkap polisi saat peristiwa itu. Tapi kabar itu tidak akan dimuat dalam surat kabar apapun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar